Menyenangkang di Tengah Orang-Orang yang Ikhlas..

ini adalah segelintir mimpi saya..

Dila, Imron dan Naufal mempercepat langkah mereka dalam koridor rumah sakit. Dila dan Imron jalan berdampingan, sedangkan Naufal tak jauh dua langkah didepan Imron.

Dila: (berkata dalam hati) mengapa suamiku hanya berjalan disampingku? Aku ini sedang khawatir apa yang akan terjadi untukku. Lalu ia hanya berjalan berdampingan denganku? Hanya itu saja? Tidak mencoba untuk menenangkanku? Ia suamiku kan? (menghela napas dan membuangnya dengan malas) harus aku yang memulai?

Dila menatap pada Imron, suaminya, dengan muka memelas. Sebenarnya maksud ia adalah muka yang menunjukkan rasa khawatir akan apa yang akan terjadi padanya. Imron pun membalas tatapannya dengan mata hangat dan tenang. Imron meletakkan tangannya pada pundak Dila dan menepuk-nepuknya beberapa kali seolah menenangkan isitrinya itu.

Dila menatap ke depan dengan hati yang lumayan lega karena ia berhasil membuat suaminya ‘peduli’ padanya. Lalu, ia menaruh tangannya yang sudah dingin karena AC di sepanjang rumah sakit, di atas tangan Imron yang hangat. Ia meremas tangan Imron tanda bahwa ia khawatir akan apa yang akan terjadi nanti.

Imron kaget dengan tangan istrinya yang sangat dingin. Ia balik meremas tangan Dila dengan kehangatan yang ia punya. Lalu, Imron menyelinapkan tangannya ke pinggang sang istri berniat menenangkan Dila lebih dalam lagi. Ia mengusap-usap kepala Dila dan menciumnya. Dila pun merasa lebih nyaman dengan keadaan yang seperti itu.

Mereka tetap berjalan menyusuri koridor demi koridor.

Naufal: (menengok ke belakang) belok kemana nih? Kiri apa kanan?

Dila merasa aneh ketika Naufal menengok pada mereka. Dila memasang muka datar.

Imron: ke kiri.

Naufal membalikkan badannya ke depan lagi.

Terdengar suara menarik ingus dari tempat Naufal berada. Lalu Naufal seolah menyeka mata dan hidungnya. Dila melepaskan pelukannya dari Imron.

Mereka bertiga belok ke arah kiri. Tak lama setelah itu, mereka menemukan sebuah jembatan kecil yang sangat indah. Pemandangan dua gunung yang terbentang serta sungai yang jernih mengalir tak pelan namun tak deras. Bunga-bunga dipinggir sungai tampak berwarna-warni dan menjadi pemanis untuk pemandangan alam yang indah itu.

Dila: waaaahhhh!!!!! Pemandangannya keren bangettttt… (menghirup udara segar) udaranya juga seger banget.. aku mau disini dulu yaa… (menatap pada Naufal dan Imron)

Naufal dan Imron hanya mengangguk. Lalu mereka terhenti disana seolah melupakan apa yang harusnya mereka lakukan disana.

Mereka bertiga duduk di sebuah bangku taman yang kosong.

Dila menatap Naufal dengan penuh rasa ingin tahu. Naufal balik menatapnya dengan senyum seadanya.

Dila: bentar ya (menatap Imron)

Lalu Dila beranjak dari bangku taman sambil meraih tangan Naufal, mengajaknya bersamanya ke pinggir jembatan.

Dila: lo kenapa?

Naufal: gapapa (sambil tersenyum, namun pandangannya masih lurus ke depan)

Dila: gue tau lo apa-apa. Gue kan emang udah tau, fal. Jujur dong sama gue.

Naufal: (menghela napas dan menatap Dila) gue cuma nyesel aja, bukan gue pilihan lo.

Dila: (menelan ludah dan menatap lurus ke depan) maafin gue ya fal. Lo harusnya gak usah sampe ngeluarin air mata lo gini gara-gara gue. Gak pantes. Gak pantes buat gue.

Naufal: (tertawa kecil) engga kok. Air mata ini ya buat gue sendiri. Gue yang salah lagi, dil.

Dila: harusnya sebelum ada cerita gue dan Imron, lo cerita tentang lo dan gue, fal. Gue yakin, gue bakalan coba walau pun sebenarnya gue gatau gue punya apa buat lo.

Naufal: gue tau lo udah ngincer Imron dari lama, dil. Lo kan udah pernah cerita. Bahkan sebelum gue kenal sama lo. Yakan?

Dila: iya sih. Tapi dulu kan yaaa cuma gitu-gitu doang. Kenal aja engga. Gue kenal dan deket sama Imron kan setelah gue dan lo kenal. Bahkan deket. Yakan?

Naufal: iya. Berarti gue yang salah ya? Harusnyaaaa……. Ah udahlah. Ngapain diungkit-ungkit lagi. (tertawa kecil)

Dila menepuk-nepuk punggung Naufal sambil tersenyum.

Naufal: gue terlalu takut, dil, kehilangan lo. Gue takut kalo gue bilang sama lo dan lo gada apa-apa sama gue, nanti gue akan try hard untuk ngelupain lo dan menjauh dari lo dengan keegoisan gue. Terus nanti gue bakalan lebih buruk lagi gak ada elo disamping gue. Kalo lo juga gasuka tiba-tiba ditinggalin juga, gimana? Lo malah benci sama gue nanti. Lebih sakit lagi dil,. Gak kebayang kalo lo benci sama gue. Gue jadi apa nanti?!

Naufal menatap Dila.

Naufal: atau kemungkinan terburuknya adalah malah lo yang ngejauhin gue agar perasaan gue ke elo ilang. Bukan karena lo jadi benci sama gue, tapi lebih karena lo gamau gue tersiksa. Iya kan?

Dila: siapa bilang? Gue gak gitu kok. Gue malah akan…

Naufal: (memotong Dila berbicara) Gue tau lo dil! Gue tau. Lo selalu begitu. Memikirkan bagaimana sampe kedua belah pihak bisa enak. Tapi lo gak mikirin apa aja dampaknya.. maaf. Tapi lo pernah ngelakuin itu sama orang lain kan dil? Jauh sebelum gue dan Imron. Lo menjauh agar apa yang lo rasain ilang beranggapan bahwa itu jalan yang terbaik untuk lo sama orang itu. Iya kan?

Dila terdiam. Ia merenung untuk beberapa detik. Lalu ia memeluk temannya itu dengan sangat erat. Naufal terdiam sedetik dan membalas pelukan Dila dengan ragu-ragu.

Dila: (dengan mata berkaca-kaca) berarti ini salah gue, fal. Kenapa lo baik banget sama gue? Kenapa gak saat itu lo tampar gue, fal? Biar gue sadar kalo gue salah.

Naufal: engga dil. Engga ada yang salah. Engga ada yang salah dan yang bener dalam menjalani hidup. Hidup itu pilihan ganda, dimana semua optionnya benar. Bukan pilihan benar salah. Semua pilihan ada resikonya, dil. (tersenyum sambil mengusap belakang Dila yang masih memeluknya) udah ya dil. Gak enak diliat Imron kalo lo meluk gue kelamaan. Balik ke Imron lagi yuk.. kasian tuh suami lo.

Mereka melepas pelukan dan mulai berjalan kea rah bangku taman dimana Imron sedang bermain telepon genggamnya.

Dila duduk disamping Imron dan Naufal duduk disamping Dila.

Imron: eh. Udahan ngobrolnya? Ngobrolin apa kalian? (sambil tersenyum hangat)

Dila: ih mau tau aja nih. Ada deh.

Imron: ohh,, mau main rahasia-rahasiaan ya sekarang?

Dila: iya. Emang kenapa? (sambil memeluk tangan Imron dan meletakkan wajahnya di pundak Imron)

Imron: kok gitu? (tertawa sambil mencolek hidung istrinya itu)

Lalu mereka tertawa berbarengan.

Dila menyandarkan kepalanya dipundak Imron.

Dila: (berkata dalam hati) jadi, apa aku yang salah pilih ya? Kenapa Naufal begitu baik? Padahal ia hanya temanku. Sedangkan suamiku, sering banget gak peka sama keadaanku. Apa iya aku salah pilih? Tapi tadi kata Naufal, gada pilihan yang benar dan yang salah.  Apa aku memang hanya terbuai karena wajahnya yang ganteng ya? Duh. Imrooonnn……

Lalu seorang anak kecil berumur 3 tahunan datang dengan gembira sambil melompat-lompat girang ke jembatan indah seperti surga itu. Wajahnya sangat girang sambil bermain-main. Ia seorang anak yang tampan dan terlihat sempurna lucunya.

Anak itu menghampiri Dila dan menatap wajah Dila dengan senyuman yang sangat manis.

Dila: oh hai cutie! Wah kamu lucu sekali yaa?

Arnold: Tante cantik

Dila: ah kamu bisa aja. Makasih. Siapa nama kamu, cutie?

Arnold: Arnold

Dila: wah namanya bagus ya? (lalu berpaling pada ibunya yang berdiri di belakang Arnold) umur berapa bu?

Ibu Arnold: 3 tahun mba. (tersenyum, lalu menengok kea rah anaknya, Arnold) Arnold, ayo pergi dulu yuk. Udah ditunggu tuh didepan. (mengambil tangan anaknya dan mengajaknya pergi) ayo mba, pergi dulu. (menengok ke Arnold lagi) ayo say goodbye sama tante cantik!

Arnold: bye tante cantik. (sambil melambaikan tangan) see you soon.

Dila: (tersenyum) bye Arnold. See you soon!

Arnold lalu mendekati Dila dan menunjuk pipi Dila. Dila mendekatkan wajahnya pada Arnold dengan bingung. Tiba-tiba Arnold mencium pipi Dila yang kiri dan kanan. Arnold langsung pergi sambil tertawa-tawa dan melambaikan tangan pada Dila.

Dila terdiam sejenak. Lalu melambaikan tangan juga kepada Arnold.

Dila menengok kea rah Imron dengan muka masih kaget karena Arnold mencium pipinya tadi.

Dila: itu anak lucu banget. Aku…..aku mau punya anak…

Imron: (ekspresinya berubah. Tersenyum namun terpaksa) iya sayang. Kalo udah waktunya, pasti Allah akankasih kita anak. (lalu memeluk Dila dalam pelukannya erat)

Dila: tapi…. Aku kan……gabisa….. (berubah menjadi berkaca-kaca)

Imron: (memotong pembicaraan Dilla) Bisa sayang. Bisa! Belum waktunya aja. Bukan gabisa, tapi sekarang kamu gaboleh dulu hamil. Nanti pasti boleh kok. (mengusap-usap kepala istrinya dengan panik tapi berusaha menenangkan)

Dila: gimana kalo emang gaboleh itu untuk selamanya? Aku…mau punya Arnold yang lainnya. Yang punyaku sendiri, ron..

Imron: iya pasti punya kok. Aku yakin kamu pasti punya kok. Kalo emang kamu maunya sekarang, kita kan bisa datang ke panti asuhan…

Dila: AKU MAU PUNYAKU SENDIRI..!! (tiba-tiba teriak dan menangis)

Imron: sayang.. gak ada salahnya punyamu sendiri atau punya orang lain. Anak itu titipan Allah. Dia bukan milik kita. Dia milik Allah. Udah yaaa… gausah dipikirin dulu yang itu.

Dila: tapi aku takut… kamu…kamu.. pasti mau kan punya anak kandung?  Kalo aku gabisa….

Imron: hus! Jangan ngomong yang aneh-aneh dulu dong, sayang.. (melepaskan pelukannya dengan Dila dan menatap Dila dalam-dalam) aku nikahin kamu bukan karena aku mau kita punya anak atau apalah itu. Aku cuma mau bahagiain kamu. Kalo nanti kita dikasih anak, itu bonus untuk aku dari kamu dan pasti dari Allah. Yang terpenting sekarang adalah kamu sembuh dulu ya.. jangan mikirin yang aneh-aneh dulu.. okey?

Dila: tapi… aku gamau kamu jadi sedih karena aku gabisa..

Imron: aku akan lebih sedih kalo kamu mikirin kayak gini terus. Aku nerima kamu apa adanya. Aku gak mengharapkan apa yang kamu gak punya. Aku cukup bahagia dengan kamu yang sekarang. Aku ikhlas..

Dila: kamu? Kamu ikhlas dengan keadaan aku yang kayak gini? (air matanya semakin deras)

Imron: aku ikhlas.. makanya kamu harus ikhlas juga ya. Tapi tetep tawakal.. (tersenyum hangat sehangat hatinya)

Dila: (memeluk suaminya lagi dengan erat) kenapa kamu baik banget sama aku? Maafin aku ya kalo aku punya salah sama kamu. Iya, aku ikhlas juga dengan apa yang dikasih Allah sama aku. Makasih ya sayang.. aku terlalu beruntung dapetin kamu. Allah sayang banget sama aku sampe dia ngasih kamu untuk aku..

Imron: yaudah ah gausah berlebihan.. (tertawa kecil) apus dulu sini air matanya biar tambah cantik kayak yang dibilang Arnold tadi,, (tersenyum. Melepas pelukannya dan menghapus air mata istrinya)

Naufal merasa tidak enak berada disitu karena seperti mengganggu kebahagiaan yang sedang dirasakan pasangan disebelahnya.

Naufal: gue beli minum dulu ya.. (lalu beranjak dari bangku taman. Namun ia berbalik ke arah Dila sambil berbicara dengan nada yang pelan) gak salah kan pilih Imron? (tersenyum)

Dila membalasnya dengan senyuman bahagia.

Aku Baru Saja Membaca DANUR

Danur. Danur adalah air yang keluar dari tubuh manusia yang sudah tidak bernafas, jantugnya berhenti berdetak, hanya diam terbujur kaku.

Aku baru saja membaca buku Danur karya Risa Saraswati (@risa_saraswati), seorang penyanyi kenamaan yang sudah cukup terkenal di Indonesia. Aku mengetahuinya dengan sebutan Sarasvati (@sarasvatimusic). Risa, begitu ia biasa disebut, mempunyai suatu anugerah, anugerah yang bila diturunkan kepadaku aku tidak tahu apakah aku akan menyebutnya anugera atau malah kutukan, anugerah itu adalah kemampuan melihat makhluk yang tak lagi hidup (makhluk yang tak lagi hidup, itu sebutanku terhadap mereka sekarang. setidaknya karena aku membaca buku Danur). Aku sangat terkesan dengan cerita hidupnya dalam memiliki anugerah tersebut.

Aku yang seorang penakut, sangat terkesan dengan Risa dan anugerahnya, terutama dengan persahabatan beda dunia yang ia jalin dengan kelima anak Belanda yang tak lagi hidup. Peter, William, Hans, Hendrick dan Jahnsen. Dan Risa. Kelimanya berbeda dunia dan dimensi dari Risa. Dan aku pastinya. Dunia dan dimensiku sama seperti Risa, walau aku tidak mengenalnya secara dekat. Bahkan ia tidak tahu-menahu tentang diriku. Aku hanyalah seorang pembaca bukunya, Danur, dan juga sempat mendengar lagunya dan namanya beberapa kali. Peter cs adalah sahabat-sahabat Risa dari sejak kecil, walaupun pernah menghilang dari kehidupan Risa berbelas-belas tahun, tapi aku yakin mereka adalah makhluk-makhluk baik yang dibumbui dengan karakter nakal layaknya anak kecil, seperti apa yang diceritakan Risa dibukunya, Danur.

Peter, Will, Hans, Hendrick dan Jahnsen adalah lima bocah cilik berbeda dimensi dengan kita (setidaknya, bila kamu, yang membaca tulisan ini, masih berwujud manusia). Namun, entah mengapa aku sangat mengagumi mereka. Entah karena aku yang sangat suka dengan anak kecil bule berkarakter seperti mereka, atau mungkin karena mereka yang sangat menepati janji dan mempunyai kisah hidup yang jarang kutemukan, atau karena memang tulisan-tuisan Risa yang berhasil membuat pembacanya bisa mengagumi dan merasa dekat atau ingin dekat dengan Peter cs.

Aku tidak tahu apakah Peter cs bisa merasakan betapa aku mengagumi mereka dan ingin sekali rasanya memeluk mereka bila mendengar cerita-cerita di kala mereka hidup. Terkadang, aku jadi berpikir ingin mempunyai anugerah seperti Risa agar bisa melihat Peter, Will, Hans, Hendrick, Jahnsen, Elizabeth, Teddy, atau pun Sarah. Namun, cepat-cepat kuurungkan pikiran konyol tersebut agar Tuhan tidak menganggapku serius. Karena aku tahu bila aku benar-benar mendapatkannya, aku harus melihat mereka yang tak tampak secara kasat mata dengan sosok yang mengerikan lainnya. Karena makhluk yang tak lagi hidup, tidak hanya keluarga Belanda yang ada dirumah nenek Risa dulu, tapi banyak makhluk-makhluk seperti itu yang pribumi dan entah mengapa dalam pikiranku, mereka adalah makhluk-makhluk mengerikan. Setidaknya itu yang kulihat di film-film horor lokal (jika ada yang merasa keberatan, maka salahkan film horor yang membentuk mindset seperti itu dalam otakku).

Sekarang aku berada dikampusku. Tepatnya di kantin kampus. Aku duduk sendiri di pagi hari ini karena terlalu cepat datang ke kampus untuk kelas pengganti di hari Sabtu. Ini juga bisa dibilang hari terpagiku pada semester ini berada dikampus untuk keperluan kuliah. Padahal semalam aku tidur hampir jam 3 dini hari. Kau tahu apa yang menyebabkanku bisa bangun begitu pagi di hari Sabtu dan berangkat lebih awal tanpa rasa malas atau menyesal kepagian? Karena aku butuh waktu sendirian untuk menorehkan kesanku sehabis membaca buku Danur karya Risa Saraswati. Kenapa harus pagi ini? Karena sampai pagi ini, rasa kagumku makin bertambah kepada 6 orang sahabat berbeda dimensi dalam buku itu. Dan saat inilah sebenarnya aku ingin sekali Peter cs merasakan kekagumanku pada mereka dan memberitahunya pada Risa, lalu dalam sekejapan mata mereka mendatangiku. Namun, sampai saat ini pun aku tak yakin dengan ideku tersebut.

Sesekali aku melihat sekelilingku, apakah ada anak bule keturunan Belanda bermur 6-13 tahun disekitarku dan menanyakan padanya “Apakah ada diantaramu yang bernama Peter? William? Hans? Hendrick? Jahnsen?”. tetapi tak ada seorang pun yang menunjukkan ciri-ciri tersebut sehingga aku pun tidak bisa menghujani mereka dengan pertanyaan konyolku tadi. Jujur saja, aku memilih waktu pagi terang benderang seperti ini agar aku tidak ketakutan bila melihat mereka. Hehehehe..

Sekarang di kantin ini semakin ramai orang. Walau tak seramai hari-hari biasanya. Dan aku semakin yakin mereka yang kuharapkan hadir semakin tidak ingin datang dengan keadaan seramai ini. Tak apa, toh aku hanya berharap. Tulisan ini aku ketik dengan handphoneku. Karena laptop kesayanganku yang sangat berat itu tak ubawa dan lebih sedih lagi, aku tidak membawa alat tulisa walau aku membawa buku catatanku. Hahahaha! Ya, aku jarang sekali membawa alat tulis ke kampus karena aku tahu ada teman-temanku yang selalu membawa lebih. Hahahaha! Terlebih lagi modalitas belajarku yang dominan adalah audio, bukan visual, maupun kinestetik. 

Baiklah, sudah mulai ramai dengan celoteh orang disini. Aku mulai tidak bisa berkonsentrasi dengan tulisan karena aku cepat sekali terdistraksi dan khayalan bodohku tentang Peter cs yang akan mendatangiku sekedar say hello dan mengenalkan diri. Sebaiknya, aku sudahi dulu karena 5 menit lagi aku harus masuk kelas..

See ya in another post! ;;)

– Lady

  • Calendar

    • March 2012
      M T W T F S S
       1234
      567891011
      12131415161718
      19202122232425
      262728293031  
  • Search