Laughing Text

hi. this time i will get this post in English. why? just continue your reading and you’ll know. but firstly, still i admit that i’m not good in English, so yaaaa so sorry for the broken English (especially in grammar. yep, am still taking the English Class for that gramf-ckinmar).

Laughing Text (well i don’t even know if this term exist or not. but i’ll say it like that. at least you know what i mean). recently, i talk to friends through messengers app a lot. and you know sometimes you have to add laughing typing as if you’re laughing to response their text when you mean that you’re really laughing in reality to read the text or to response them so the conversation isn’t reach out the end or even just to response, that’s it. but, if it turns out to me, then i will be super confuse to reply the laughing text le friend gives me as their response. sometimes i just let the conversation ends or i will reply them with laughing text to, so they can feel what i feel. :p

well, i know that you guys all know what “hahaha” and “lol” means. they’re the same, laughing texts. how you express your laughing in text. making sound like “hahahaha”. and “lol” stands for laughing out loud.

nah! nowadays, i’ve got to text my foreign friends from some countries (ehm. i know that you will be like…”damn, this weak-grammar-writer is brag on about she’s an international girl….” but ya know that i am. i won’t deny it because i am). then i have the different style of laughing text style. if i get to text with:

– Korean. i will type the laughing text like “kkkkk” or “ㅋㅋㅋ”

– Thailand. i will type the laughing text like “5555” (because 5 in Thai is pronounce “HA”)

– Indonesian. i will type it like “wkwkwkwk”

and you know what? actually the sounds of them laughing are the same. i already heard them laughing. but i feel blessed that i think it’s one of the culture that maybe we forgot or unrealized. yes, the culture is not about a traditional thingy or something that you can find on your textbooks, but in you can find it everywhere even in your chat room. so ya, feeling bless because we rich about the laughs! it’ll be different if we rich about the cries! :p

well just wanna tell you to this point. because i don’t know what to write again. you know, it’s not easy for me to write in English. so ya, don’t ask more :p

-L

Self-Service ala Indonesia

halo. long time no post. tetiba hari ini tergerak untuk memposting lagi di blog yang sudah hampir karatan ini. semoga dapat menghibur (?) atau setidaknya bisa dibaca dan ditangkap maksudnya dengan jelas dan tepat yah. selamat membaca!

dari kemarin banyak sekali yang memposting di Path sebuah foto tentang IKEA dan jiwa self-service Indonesia. yang ini loh postingannya… (maaf gak disensor.. :))

61a642c1db61188bb0d798b0f3d1f709

saya jadi tergerak untuk menulis postingan terkait dengan postingan ini. tadinya mau nulis si Path tapi kayaknya saya akan berkomentar banyak sekaligus bercerita pengalaman self-service saya, alhasil dipakailah blog lama ini kembali untuk postingan ini.

Self-service di Indonesia. Iya sih, memang miris melihat self-service di Indonesia. semacam sulit untuk ditemukan, orang-orang yang self-service di restoran-restoran domestik mau pun boleh impor. dulu saya juga bukan seorang yang self-service sih. soalnya yah sudah kebiasaan punya pengetahuan kalau ada mas-masnya atau mba-mbanya yang akan mengangkat sisa-sisa makanan di meja. namun, begitu pertama kali saya yang niatnya sebenarnya hanya jalan-jalan saja ke suatu negara selain Indonesia, which is negara ini memang terkenal dengan kerapihan dan kedisiplinannya di Asia, baru sadar kalau self-service itu indah loh.

saya terkadang suka jijik sama bekas makanan orang lain yang saya sampai gak habis pikir cara makannya gimana sampai-sampai saus ada bececeran dimana-mana, bahkan di lantai pun ada. tisu yang entah buat lap apa. es batu yang sudah nyatu dengan saus di piring. kadang suka gak terbayang mereka makan apa bikin kesenian di atas meja itu. apakah dia gak ngebayangin tuh ya cara ngebersihinnya gimana?!? tapi pas di suatu negara itu, saya jadi mikir, wah enak yah kalau kita bisa buang sampah kita sendiri, toh itu semua kan sampah kita sendiri, jadi lebih menghargai tempat tersebut. selain itu, kita juga jadi lebih mandiri sih.

setelah saya pergi ke negara-negara lain, self-service itu sudah biasa banget. mungkin dasar banget gitu yah kalau di negara-negara tersebut. gak perlu ditulisin pake papan gede-gede “SELF-SERVICE”, semuanya sudah terbiasa dengan budaya itu di restoran-restoran. nah, karena waktu itu, saya pergi cukup lama, akhirnya jadi kebiasaan sampai di Indonesia pun tetap meng-self-service-kan diri sendiri di tiap restoran. karena itu menurut saya good habit, kenapa enggak diteruskan walau pun terkadang ada teman yang bilang “yaudah sih, ntar juga ada yang beresin..”

saya sering banget (kayaknya hampir tiap kali ke kampus. karena coffee shop ini ada dikampus) ke coffee shop dan seperti biasa, melakukan self-service yang beneran self-service. cuma myself aja yang self-service, eventhough ada cukup banyak orang yang bukan orang Indonesia (bahkan beberapa berasal dari negara yang membuat saya meng-self-service-kan diri) yang tidak lagi self-service (pusing juga baca kalimat ini ya? #self-serviceception). lalu, mas-mas dan mba-mba disana yang juga sebenarnya adalah barista tapi merangkap tukang beres-beres sampah yang ada diatas meja, kalau saya membuang sampah saya sendiri dan mengembalikan piring langsung ke mereka, pasti mereka bilang “Terima kasih ya, Mbak Lady..” dengan tersenyum hangat. lihat senyuman hangat yang hanya dilemparkan kepada diri anda itu benar-benar buat hangat juga loh. apalagi dengan kata-kata “Terima Kasih..” yang terkadang sulit didapatkan. saya jadi senang dan merasa bangga mendapatkan compliment tersebut. seperti habis membantu orang meringankan beban mereka. nah, karena itu juga sih akhirnya saya semakin semangat melakukan self-service. mungkin bisa dicoba untuk restoran-restoran yang mau menerapkan self-service, jangan lupa di reward orang yang sudah self-service nya 🙂

nah, sekali waktu saya pernah pergi ke coffee shop yang sama namun tempat yang berbeda. tempatnya lebih bergengsi, letaknya di mall yang mana isinya brand-brand internasional yang kalau mau beli item nya harus jual ginjal dulu. saat itu, saya lagi janjian sama teman dan karena saya datang kepagian, jadi sembari mengerjakan tugas saya ke coffee shop ini. disini, pegawainya ada macam-macam, berbeda dengan yang di kampus saya. disana mereka punya barista, satpam sendiri (yang kebanyakan tugasnya hanya membukakan dan menutupkan pintu untuk customer), juga OB/G (Office Boy/Girl). ketika saya memilih tempat duduk, ada sisa 1 cup di atas meja yang belum dibuang oleh customer sebelumnya, akhirnya saya lah yang membuang sampah itu ke tempatnya (ya masak minta mas atau mbaknya yang beresin!? cuma 1 juga cupnya..). setelah teman saya menelefon dan kami pun akhirnya janjian di tempat lain, saya pun beranjak pergi dari coffee shop itu. seperti biasa, saya membuang cup saya ke tempat sampah juga sampah-sampah lain yang saya buat disitu serta piring yang sudah kosong saya kembalikan ke mas-masnya. lalu, melihat perilaku saya itu, seorang OB memandangi saya dengan mulut terbuka dan mata yang agak gak santai. ketika kami bertemu mata,

OB: “wahhh… makasih mbak… masih ada orang kayak mbak ya….”

Saya: “hah? hahahaha… iya sama-sama mas…”

OB: “mbak mahasiswa?” (dandanan saat itu emang lagi mahasiswa banget. maklum, baru pulang ngampus)

Saya: “iyes. benar sekali… ”

OB: “mahasiswa sekarang lebih tau diri daripada orang-orang yang pake kemeja ya mbak?”

Saya: “hahaha… bisa aja mas… amin aja deh..”

OB: “tapi kalau semua orang kayak mbak, saya gak punya kerjaan mbak….”

Saya: “hahahaha… yaudah misi mas……………………..”

dengan muka yang cukup bingung sebenarnya si OB tadi tuh setuju apa enggak sih sama perilaku saya?? saya jadi mikir, apa iya karena ke-self-service-an saya itu, dia bisa-bisa kehilangan pekerjaannya yah? sampai sekarang saya belum tau jawabannya. tapi bener juga sih ya kalau dipikir-pikir omongan si OB itu. bahkan sekarang kalau diliat di beberapa mall di Jakarta, bahkan ada yang tugasnya cuma di depan pintu masuk dan keluar yang mana tugasnya hanya membukakan atau menutupkan pintu untuk yang mau masuk dan bilang “selamat datang di…..” dan “terima kasih. selamat jalan….” dengan pakaian yang super rapi dan make-up yang cukup baik. padahal sih, sebenarnya gak perlu mereka juga gapapa juga sih. alhamdulillah pelanggan yang punya tangan untuk membuka dan menutup pintu itu masih banyak. belum lagi kalau pintunya otomatis tertutup….gak perlu tenaga yang kuat buat nutup pintu itu (atau bahkan gak perlu tenaga sama sekali).

jadi gimana yah? bingung gak sih tentang self-service di Indonesia ini? yah mungkin kalau emang mau self-service liat-liat dulu kali yah? atau yaaaaaaaaaa niatnya memang buat bantuin orang aja. atau mungkin kita masih perlu orang-orang yang males self-service. karena menurut saya, masalah pengangguran itu lebih urgent daripada self-service di restoran. nah, kalau soal masalah sampah yang berserakan saat pesta rakyat itu sih…….. menurut saya orang-orang yang ikutan itu emang harusnya sudah mengerti kalau harusnya jangan buang sampah disitu. kan mengerti kan itu jalan yang biasanya gak pernah ada sampah, jadi ya jangan disampahin. ya intinya mungkin bukan self-service yang diangkat dan untuk masalah itu. tapi, lebih ke kesadaran masing-masing aja buat hiduo lebih bersih. oiya, sebenarnya ada pertanyaan lagi untuk postingan Path itu, hubungannya IKEA sama revolusi mental yang diprakarsai presiden baru kita itu, seperti apa ya? kalau ini saya beneran gak tahu, apakah IKEA itu yang bawa Pak Jokowi ke Indonesia apa gimana!?

-L

  • Calendar

    • October 2014
      M T W T F S S
       12345
      6789101112
      13141516171819
      20212223242526
      2728293031  
  • Search